Jumat, 06 Maret 2009

Anak Sebaiknya Disuruh Mengalah atau Membalas?

Kebetulan sepupu Pram sedang tinggal di jogja untuk waktu yang cukup lama. Usianya cuma terpaut 6 bulan. Jadi kebayangkan awal-awal mereka beradaptasi, hampir setiap menit ada saja yang menangis, berebut mainan atau karena hal sepela lainnya. Ya mungkin kebetulan Pram yang lebih muda dan lebih kecil di banding sepupunya maka tak ayal Pram lebih sering tertindas. Beberapa kali mukanya tergores luka cakaran.

Ya sih maklum namanya juga anak kecil yang masih penuh dengan ego. Tapi kadang kasihan juga ga' tega lihat Pram sering di cakar, di pukul, di dorong bahkan di bentak-bentak. Mungkin karena anak sendiri jadi ga' tega lihatnya ya duuuh.

Awalnya saya tidak pernah meyuruh membalas, tapi berhubung Pram yang lebih sering sering tertindas, saya dan suami akhirnya menyuruh Pram membalas apa yang dilakukan oleh sepupunya. Tapi memang cara itu tidak efektif, yang ada mereka malah berantem.

Sampai akhirnya saya menemukan beberapai cara mengajarkan anak bagaimana bersikap, membalas memukul atau mengalah.

  • Mintalah kepeda anak untuk teriak 'stop' atau 'jangan' yang keras, biar orang lain mendengar. Soalnya kadang-kadang orang lain kan tidak melihat awalnya, nanti kalau anak kita membalas, dikiranya anak kita yang memulai.
  • Usahakan jangan ajarkan anak untuk membalas. Soalnya kalau satu membalas, nanti jadi berkelahi.
  • Lebih baik mengajarkan anak untuk mengemukakan ketidakpuasannya terhadap sesuatu secara verbal daripada secara physical.

`how to verbalize your feelings`. Baik itu feeling negatif maupun feeling positif. Jadi kalau dia mendapat suatu keadaan yang tidak enak dari temannya (misal: dipukul) maka yang pertama dilakukan adalah mengatakan kalau dia tidak suka dipukul (misalnya dengan berkata:"jangan pukul aku, sakit", stop, dll) dan bukan malah membalas memukul.

Memang perlu waktu hingga anak-anak terlatih untuk bisa mengungkapkannya secara verbal. untuk menahan dulu keinginannya untuk mengungkapkannya secara fisik, baru kalau sudah tidak mempan dia terpaksa menggunakan `physical force`. Tapi lama kelamaan mereka akan terbiasa dan tidak mudah main pukul begitu saja.

Untuk positive feeling juga begitu. Kalau dia dibiasakan untuk mengungkapkan betapa senangnya dia hari ini karena dibelikan mainan baru, anak juga akan terbiasa mengapresiasikan perasaan orang lain. Hal ini tentunya tergantung kita untuk rajin-rajin melatih dan menstimulasi. "Bagaimana bagus tidak mobil-mobilan ini?, Senang tidak tadi menonton bioskopnya"? Let them verbalize their feelings and they would get accustomed to understand other people's feelings.

Aduuh senengnya yach kalau anak kita sudah berhasil mengungkapkan perasaannya secara verbal.
kalau masih juga belum selesai, dengan terpaksa dia harus bertahan atau melawan saya bolehkan. Aku selalu ingatkan untuk memberitahu atau mengekspresikan kalau Pram tidak suka.

Yang namanya anak-anak, pasti suka rewel, kemudian menangis atau diam saja, tidak mau bicara, cuma huh-huh. Nah, kalau anakku lagi begitu, bicara yang jelas, Bunda ga' paham Pram maunya apa?. Meski pun kadang-kadang saya tahu apa yang dia mau, tapi kalau Pram tidak mau bilang dan cuma merengek, saya diamkan saja. Memang sepertinya kejam ya, tapi, baiknya buat mereka, belajar bicara yang betul. Selain biar manner-nya baik dan juga mengajarkan keterbukaan dengan anak.

sebenarnya tidak terlalu bijaksana. ajarkan untuk melawan segala bentuk kekerasan, tapi dalam konteks membela diri. Tapi tidak boleh memulai kekerasan. Artinya kalau dia dipukul temannya, dia harus balas memukul kalau temannya tidak bisa menjelaskan mengapa dia harus dipukul. Tapi dia boleh memulai perkelahian apabila bermaksud membela temannya, apalagi kalau temannya perempuan dan anakku laki-laki, itu harus dibantu bela.









1 komentar:

  1. Betul Bunda,

    Solusi bunda maknyus, sesuai dengan yang saya pelajari...hehehehe...manajemen konflik...:)

    BalasHapus