Sabtu, 06 Juni 2009

Aku dan Laskar Pelangi

Laskar Pelangi, siapapun mengakui ada semacam magnet yang luar biasa pada setiap kata yang tertoreh. Ada kekuatan maha dahsyat pada tiap kalimatnya. Ada semburat cinta yang merasuk saat melahap setiap alur ceritanya.

Aku mungkin hanya satu dari sejuta yang mengagumi tiap-tiap kata Andrea Hirata. Aku tidak hanya mengagumi tetapi aku juga melebur, seakan mengalami De Javu.

Sekolahku SD ku juga reot, tiap kelasnya hanya di pisah dengan papan, yang saat istirahat papan itu kami jadikan permainan jungkat-jungkit.

Kami adalah aku dan kawan-kawanku harus berjalan kaki, ya walau hanya berjarak satu sampai dua kilo meter, jaranglah dari kami memiliki sepeda saat itu.

Bagi kami melihat gajah mati adalah tontonan super meriah dan murah. Karena bisa di pastikan setiap kepala rumah tangga akan membawa serta keluarganya piknik menonton gajah mati. Ya gajah mati yang di bunuh orang yang tak punya hati, mengambil gading untuk di jual demi perut-perut mereka.

Kami anak-anak jalur 13, harus menapaki hutan kiloan meter hanya untuk mendapatkan air hujan yang terdapat di lubang bekas telapak kaki gajah.

0 komentar:

Posting Komentar